SENTANI | Pemerintah Indonesia dituntut untuk segera mensahkan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Masyarakat Adat yang telah sepuluh tahun mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).
Tuntutan ini kian menguat disuarakan oleh Masyarakat Adat menyusul maraknya kasus perampasan wilayah adat dan kekerasan yang terjadi secara struktural di seluruh negeri ini.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN, Rukka Sombolinggi mengatakan, kalau kita lihat realitasnya, RUU Masyarakat Adat ini sudah sepuluh tahun lebih berada di DPR-RI.
“Sejauh ini belum ada perkembangan yang menggembirakan, sementara perampasan wilayah adat dan tindakan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat terus terjadi di negeri ini,” kata Rukka Sombolinggi saat menjadi pemateri pada Ro Riya atau sarasehan bertema “RUU Masyarakat Adat dan Masa Depan Masyarakat Adat Nusantara” di Kampung Bambar, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua,. Selasa, (25/10/2022).
Rukka meminta RUU Masyarakat Adat segera disahkan. Ia menyatakan undang-undang ini harus bisa menjadi panduan utama yang holistik, yang secara menyeluruh mengatur dan memastikan bagaimana negara memenuhi, melindungi dan memajukan hak-hak Masyarakat Adat demi kemajuan kita bersama.
Namun, kalau masih melakukan pendekatan sektoral seperti yang terjadi sekarang ini, Rukka menilai tidak akan mendapatkan jawaban yang cukup signifikan dari persoalan-persoalan besar yang dihadapi Masyarakat Adat saat ini seperti kasus perampasan Wilayah Adat, kekerasan terhadap Masyarakat Adat.
“Situasi ini bila tidak segera diatasi dapat berdampak tidak baik untuk bangsa ini.Jika ingin menyelamatkan Indonesia dari hal-hal yang tidak baik itu, salah satu solusinya adalah mengesahkan RUU Masyarakat Adat,” katanya mempertegas.
Sebanyak 148 peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara Ke Enam (KMAN VI) ikut hadir membahas materi sarasehan ini.
Rukka menerangkan salah satu anggota DPR-RI yang mendorong RUU Masyarakat Adat, Sulaeman L Hamzah yang juga hadir sebagai pemateri dalam sarasehan, telah menyampaikan proses yang telah dilakukannya sampai saat ini masih tertahan di pimpinan DPR.
Kemudian pada kesempatan yang sama juga, Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan bahwa Presiden Jokowi sangat berkomitmen untuk Masyarakat Adat seperti yang tercermin dalam Nawacita. Rukka menyatakan mereka akan terus berusaha untuk memastikan undang-undang ini akan segera disahkan.
Ondoafi Kampung Bambar, Origenes Kaway menyambut baik kehadiran peserta yang cukup antusias mengikuti rangkaian sarasehan RUU Masyarakat Adat di Obhe Kampung Bambar. Ia berharap kiranya sarasehan ini dapat menghasilkan suatu hasil yang memberi manfaat bagi kelangsungan Masyarakat Adat Nusantara.
Mariana, salah seorang peserta KMAN VI dari Kalimantan Timur mengatakan sudah cukup lama mereka menantikan pengesahan RUU Masyarakat Adat ini. Mariana berharap RUU Masyarakat Adat ini segera disahkan agar lahan-lahan di Wilayah Adat mereka tidak diserobot oleh perusahaan yang ingin melakukan ekspansi untuk kegiatan usaha.
Ia mencontohkan lahan warisan leluhur mereka baru-baru ini diserobot oleh perusahaan. “Harapan saya semoga secepatnya RUU Masyarakat Adat disahkan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh peserta KMAN VI lainnya dari Sumba, Nusa Tenggara Timur, John B. Pajaka bahwa jika RUU Masyarakat Adat ini disahkan, kami sebagai Masyarakat Adat akan dapat menjadi warga negara yang seutuhnya, karena ada kebebasan bersuara dan untuk mempertahankan tanah adat-tanah tumpah darah kami.
“Selama ini kami mau bicara ke siapa karena tidak ada kekuatan hukum. RUU Masyarakat Adat ini sangat penting demi menjaga lahan dan hukum-hukum adat,” kata John Pajaka.
Jhon Pajaka berharap kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempertegas kembali pengakuan Masyarakat Adat di Indonesia.(ROS/RL)