SENTANI | Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke Enam (KMAN-VI) di Wilayah Adat Tabi, Papua telah masuk hari keempat dan sejumlah agenda penting telah dilalui. Kamis, 27 Oktober 2022, KMAN mengusulkan beberapa rekomendasi dan maklumat.
Sejumlah isi maklumat yang dikemukakan antara lain ;1. Menuntut kepada negara untuk mem berikan perlindungan pada jurnalis dalam meliput masyarakat adat dari ancaman intimidasi dan kriminalisasi.
2. Meminta kepada media – media untuk mem berikan ruang yang adil dalam pemberitaan di media.
3. Membangun secara mandiri media milik masyarakat adat sebagai sumber utama referensi berita yang terpercaya.
4. Meminta dukungan publik untuk mendukung Pengesahan RUU Masyarakat adat agar kasus perampasan wilayah adat tidak ada lagi.
5. Hentikan cap HOAX dari kepolisian atas berbagai informasi yang disampaikan oleh masyarakat adat di media sosial.
Selain itu beberapa rekomendasi juga diusulkan diantaranya; Masyarakat adat membuat media lokal (website bersama) Sebagai titik awal dan Informasi antar masyarakat yang di fasilitasi oleh AMAN dan media besar, Sehingga menjadi sumber media yang terpercaya dengan biaya yang tidak mahal.
AMAN Memfasilitasi pelatihan terhadap masyarakat adat bersama media sebagai narasumber dan Memberi ruang terhadap masyarakat adat untuk menayangkan berita. Dalam pelatihan tersebut adanya: Kurikulum yang holistik dan komprehensif serta dialog mendalam. 2.Melibatkan barisan pemuda. Masyarakat adat yang mengumpulkan informasi yang menarik dan tidak hanya soal konflik.
AMAN memfasilitasi Kolaborasi dengan media setempat yang pro terhadap masyarakat adat. Pengadaan alat penguat sinyal terhadap komunitas yang masih terisolasi. dan Aman memfasilitasi kolaborasi dengan NGO, Perorangan/kelompok lain yang Pro masyarakat adat.
Dari tema utama, pembahasan tersebut tentang bagaimana kondisi masyarakat adat diantara pusaran arus informasi, wacana dan kebebasan berpendapat saat ini. Media arus utama banyak dipengaruhi oleh penguasa, sedangkan dalam konteks media massa dan media sosial, pemberitaan yang berpihak pada Masyarakat Adat biasanya bisa ditemui pada media-media independen yang jumlahnya tak besar dan jangkauannya juga tak semasif media-media arus utama. Sarasehan ini juga akan mendiskusikan peluang-peluang dalam upaya memperkuat pengaruh masyarakat adat di ruang-ruang publik.
Salah satu peserta Yo Riyaa tersebut, George Rawar, asal Masyarakat Adat Wondama mengatakan, jalur media ini sangat rawan. Artinya, tidak semua media bisa memberikan informasi yang benar-benar akurat dan dipercaya.
“Kita bicara hak-hak dasar sebagai masyarakat adat, yang terjadi justru kehidupan kita yang terancam. Oleh sebab itu, dari hasil rapat besar di nendali, kita berharap agar AMAN dapat mengalomodir seluruh usulan dan rekomendasi serta maklumat yang telah di sampaikan oleh seluruh peserta, ” ujarnya di Sentani, Kamis (27/10/2022).
Salah satu narasumber yang merupakan jurnalis senior di Papua, Victor Mambor yang juga sebagai Pimpinan Media Jujur Bicara Papua mengatakan, masyarakat Adat juga harus mampu membangun media sendiri untuk mengabarkan berbagai isu Masyarakat Adat, dan tidak bersandar pada media arus utama saja.
Menurutnya, dengan kepemilikan media sendiri oleh masyarakat adat, maka semua persoalan yang di hadapi oleh masyarakat adat dapat terekspos dengan mudah. “Punya perusahaan berbadan hukum, sehingga dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalis akan lebih mudah dan harus terdaftar si dewan pers. Semua platform media dapat kerjakan untuk kepentingan masyarakat adat,” jelasnya.
Sementara itu, Komnas HAM sudah melakukan kajian dengan banyak pasal yang mengkriminalkan orang yang berekspresi. “Hak kebebasan berpendapat dan berekspresi ini fundamental. Bayangkan jika ada peristiwa yang mengusik keadilan dan tak manusiawi, maka masyarakat adat berhak berpendapat dan berkespresi,” ujar Mimin Dwi Hartono, Pelaksana Tugas Kepala Biro Pemajuan HAM Komnas HAM.(ROS/RL)