JAKARTA | Kementerian Kesehatan merilis jumlah kasus penyakit sifilis atau raja singa di Indonesia mencapai 20.783 kasus pada 2022. Angka itu naik 70% dibanding pada 2018 sebanyak 12.484 kasus.
Papua merupakan provinsi dengan kasus pasien sifilis terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 3.864 kasus positif dari 34.625 orang yang diperiksa. Dari angka penemuan tersebut, sebanyak 2.373 di antaranya mendapatkan pengobatan.
Jawa Barat menempati peringkat kedua kasus sifilis terbanyak nasional yaitu 3.186 kasus positif sifilis dari 305.816 orang yang diperiksa. Meski demikian, baru ada 1.500 kasus positif yang mendapatkan pengobatan.
DKI Jakarta tercatat memiliki 1.897 kasus sifilis dari total 71.037 jumlah skrining. Dari jumlah tersebut, hanya 1.343 kasus yang menjalani pengobatan. Di peringkat keempat ada Papua Barat dengan 1.816 kasus positif sifilis dari total 9.659 jumlah skrining yang dilakukan. Tercatat, jumlah kasus yang diobati hanya 940 kasus.
Pulau Dewata tercatat memiliki 1.300 kasus sifilis yang ditemukan dari 53.876 orang yang menjalani tes sifilis di Bali. Sebanyak 1.040 di antaranya telah mendapatkan pengobatan. Kemudian Banten memiliki kasus sifilis sebanyak 1.145 kasus dari total 63.451 orang yang dites. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.088 kasus telah diobati.
Menyusul Jawa Timur dengan jumlah sebanyak 1.003 kasus sifilis dari total skrining sifilis yang dilakukan sebanyak 273.479 orang. Dari kasus positif tersebut, sebanyak 884 kasus tercatat diobati. Dan Sumatra Utara tercatat, ada 770 kasus sifilis dari 48.922 total skrining yang dilakukan. Sebanyak 542 di antaranya telah mendapatkan pengobatan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, penyakit yang dipicu oleh bakteri treponema pallidum ini muncul dari imbas perilaku seksual tidak normal, seperti seks oral dan anal.
“Secara program lebih bagus karena semakin banyak yang ditemukan, maka akan semakin banyak yang diobati sehingga tidak menularkan ke orang lain, terutama pada ibu hamil positif yang bisa menularkan ke bayinya,” ujar Imran.
Berdasarkan kelompok usianya, pasien sifilis didominasi usia 25-49 tahun dengan persentase 63%. Kemudian, kelompok 20-24 tahun sebanyak 23%, dan 15-19 tahun dengan 6%.
Lalu, terdapat 5% pasien berada di usia di atas 50 tahun. Di sisi lain, sifilis juga ditemukan pada anak-anak, yaitu 3% pada usia di bawah 4 tahun dan 0,24% di usia 5-15 tahun.
Berdasarkan gendernya, mayoritas pasien sifilis berjenis kelamin laki-laki yaitu 54%, sedangkan perempuan sebanyak 46%.
Meskipun kasus sifilis meningkat, Kemenkes memastikan ketersediaan stok obat sifilis di Indonesia aman.”Aman (stok obat sifilis di tengah peningkatan kasus). Tidak (krisis obat sifilis),” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
Nadia mengatakan, obat yang digunakan dalam pengobatan sifilis mudah didapatkan, yaitu mulai dari benzatin penisilin, eritromisin atau doksisiklin.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril mengatakan kasus Human Immunodeficiency Viru (HIV) di Indonesia meningkat di tahun 2023. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Muhammad Syahril menyebut penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata dr. Syahril.
Ia mengatakan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku sex berisiko.(END/BEL)