SENTANI | Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaharus Agraria Dewi Kartika menyatakan bahwa sejak tahun 60 an undang-undang Agraria telah memberikan mandat bahwa seluruh Tanah Adat milik masyarakat Adat harus segera didaftarkan.
Hal itu di sampaikannya pada saresehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara VI di Kampung Yokiwa. Mengingat jika hal tersebut diseriusi untuk didaftrkan sejak tahun 1960 maka pihakya tidak terlalu rumit mengurus BRWA untuk meregistrasi wilayah-wilayah adat yang disampaikan oleh masyarakat sipil .
“Karena UU pokok agraria sejak tahun 1960 sudah memandatkan agar segera daftarkan seluruh tanah di seluruh wilayah Indonesia seratus persen harus didaftarkan dari tingkat kampung dan desa “ungkap Dewi Kartika saat menyampaikan materinya.
Dewi Kartika menyayangkan bahwa UU Pokok Agraria dimaksud tidak dijalankan secara baik. Jika berbicara UUD yang orisinel atau sebelum diamandemen diindikasikan ada 250 Selfesture Lansdcapen yang menunjukan bahwa desa-desa di Jawa, Bali ,Negeri Minangkabau, Dusun dan marga di Palembang menunjukan bahwa masyarakat adat bukan pemerintahan Swapraja, kerajaan atau yang bersifat feodalisme tetapi justru itu merupakan hak konstitusi yang dipertegas sejak lama.
“Dalam UU pokok agraria secara eksplisit disebutkan hak ulayat bahwa hukum adat merupakan entitas tersendiri, jadi hukum adat merupakan dasar dari hukum UU Agraria saat ini ” katanya.
Dewa Kartika menambahkan penjelasan pasal per pasal yang dijelaskan dari UU Pokok Agraria selalu mengacu kepada hak ulayat dan bagaimana hukum adat merupakan entitas tersendiri yang harus di atur lebih lanjut .
Selain itu UU Pokok Agraria juga mengatur hak milik atas Tanah adalah hak turun-temurun yang terkuat dan terpenuh.”Tetapi memang pergeseranya seolah-olah hak milik itu diluar hak masyarakat adat dalam perkembangannya “tandasnya.
Dengan demikian Pemerintah seharusnya membuat Peraturan Pemerintah (PP) untuk menindaklanjuti apa yang di maksud dengan Hak milik menurut Hukum adat sehingga hal tersebut semakin jelas mandatnya.(ROS/RL)