HEADLINES

Gubernur Enembe Masih Sakit, 40 Orang Siap Mati

485
×

Gubernur Enembe Masih Sakit, 40 Orang Siap Mati

Sebarkan artikel ini
Diaz Gwijangge Menyerahkan Surat Permohonan Keluarga Besar Enembe, Suku Lani dan Gereja GIDI ke DPR Papua.

JAYAPURA | Budaya dan adat masyarakat Lani, Pegunungan Papua, apabila terjadi masalah dan perang maka orang sakit, anak-anak serta perempuan tidak diijinkan “berperang”. Begitupula dalam masalah yang saat ini dihadapi Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Gubernur Enembe sedang sakit sehingga tidak diperkenankan untuk “berperang” atau melakukan pembelaan terhadap dirinya atas tuduhan dugaan gratifikasi Rp1 milliar yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu sebagaimana surat permohonan bersama Keluarga Lukas Enembe, Suku Lani dan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Senin, 3 Oktober 2022, Ketua Koalisi Rakyat Papua, Diaz Gwijangge menyerahkan surat permohonan tersebut dan diterima Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda didampingi Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai dan Anggota Komisi I DPR Papua, Las Nirigi.

“Sehubungan dengan adanya upaya panggilan paksa terhadap anak kami Lukas Enembe sesuai penetapan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu untuk disidik, izinkan kami menyampaikan pandangan hukum adat kami bahwa Pak Lukas Enembe belum bisa keluar dari rumah dikarenakan adat kami tak mengijinkan orang sakit, anak-anak dan perempuan ‘berperang’,” jelas Dias Gwijangge usai pertemuan itu.

Dijelaskan, maksud perang dalam hal ini Gubernur Enembe melakukan pembelaan dirinya dari tuduhan yang dialamatkan terhadap dirinya.

“Begitulah adat kami melihat permasalahan ini secara sebenar-benarnya tanpa ada maksud pretensi dan maksud lain apapun. Sehingga sebanyak 40 orang yang sudah bersedia mati untuk mempertahankan adat kami akan mempertahankan harga diri adat kami dalam menyikapi masalah ini,” tandasnya.

Kata Diaz Gwijangge, keluarga akan mempersilahkan Lukas Enembe keluar rumah setelah sembuh dan bisa diperiksa. Hal ini sama sekali ini bukan melawan aparat, menghalang-halangi penegakan hukum, apalagi melawan negara.

Diaz mengatakan Gubernur Lukas Enembe sudah 20 tahun lebih mengabdi kepada Merah Putih sebagai PNS dan kepala daerah. Oleh sebab, pandangan adat yang tumbuh dalam hukum adat kami seperti ini.

“Kami mohon untuk dijembatani oleh institusi bapak (DPRP) sebelum adanya jatuh korban karena adanya ketidak-fahaman diantara orang adat yang memegang teguh adatnya dan pandangan kekuasaan hukum modern, sehingga dalam mediasi itu, masing-masing pihak bisa menahan jeda sejenak untuk saling memahami kondisi realitas pandangan adat dan pandangan pemerintahan modern,”ungkapnya.

“Sambil dokter independen dipersilahkan mendiagnosa menyeluruh keadaan sakit anak kami Lukas Enembe yang sejujurnya, agar masalah ini menjadi terang benderang dan jelas,” jelasnya.

Dalam surat ini, selain ditandatangani Ketua Koalisi Rakyat Papua for LE, Diaz Gwijangge, juga ditandatangani oleh pihak keluarga Lukas Enembe, Katies Enembe,
Anggota DPD RI, Herlina Murib dan Presiden GIDI, Pdt Dorman Wanimbo.

Surat itu ditembuskan kepada KASAD di Jakarta, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua, Ketua Komnas HAM RI, Komnas HAM Perwakilan Papua, Komandan Korem 172/PWY, Komandan Kodim Jayapura dan Komabdan Koramil Muaratami.

Usai pertemuan, Diaz Gwijangge mengatakan, jika sampai saat ini, masih ada unsur pemaksaan dan membangun narasi luar biasa terhadap Lukas Enembe, tentu menjatuhkan mental. Apalagi, Lukas Enembe bukan sekedar gubernur, tetapi juga kepala suku.

“Ini pembunuhan karakter dan kami tidak terima sebagai keluarga dan beliau sebagai pengayom bagi orang Papua seluruhnya. Kami tidak terima itu, hak pribadinya harus dihargai,” kata Diaz.

Menurutnya, narasi yang disebarkan bahwa seolah-olah Lukas Enembe sakit dibuat-buat, sangat tidak diterima oleh keluarga. Padahal, negara tahu jika Lukas Enembe sudah sakit 3 tahun lalu, bahkan stroke sudah 4 kali.

“Beliau dibilang mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Itu bukan dibuat-buat, tapi riil karena sekian tahun beliau memang sakit dan orang tahu itu,” tandasnya.

Ia menilai jika penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK itu, diluar prosedur hukum, lantaran Lukas Enembe belum pernah diperiksa oleh KPK.

Padahal, Lukas Enembe melalui pengacara akan mememuhi panggilan, namun bukan saat ini. Untuk itu, ujar Diaz, keluarga menolak adanya mobilisasi aparat keamanan yang berlebihan dan pihaknya keluarga tidak ingin ada konflik dengan aparat keamanan.

“Kami tidak mau ada konflik antara kami dengan aparat keamanan. Apalagi, sudah banyak orang Papua yang tiap hari ada yang mati, sehingga kami hari ini ingin selamatkan kaka gubernur karena sedang sakit, jangan sampai jatuh sakit lagi,” katanya.

“Biarkan dia berobat, kami Koalisi Rakyat Papua dan Keluarga minta kepada DPR Papua agar kami jadi jaminan dan beri garansi bahwa beliau akan relakan untuk berobat. Surat ini secara adat bahwa Lukas Enembe sebagai anak adat,” sambungnya.

Diaz meminta siapapun termasuk pejabat negara untuk tidak mengeluarkan narasi baik di media cetak maupun elektronik, karena hal itu menjadi bola liar.

“Mau penjabat gubernur di Papua Barat kah maupun pejabat negara di pusat, tidak usah bicara, karena ini ranahnya hukum. Bukan ranahnya politik, kalau ada kepentingan lain, bukan berarti kami yang tuduh, anda sendiri yang kasih tahu bahwa kamu sengaja mengganggu pak Lukas dalam pemerintahan, kami sudah baca itu,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda mengaku telah menerima aspirasi dari Koalisi Rakyat Papua for Lukas Enembe, tentu akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme. Yang jelas, aspirasi terkait Save LE ini sudah dibawa ke Jakarta dan diserahkan ke sejumlah pihak.

“Hari ini kami terima aspirasi ini, terkait dengan kesehatan pak Gubernur Lukas Enembe. Kita bicara tentang kemanusiaan dan masyarakat semua berharap bahwa kenapa beliau mau diperiksa dalam kondisi yang tidak sehat?,” kata Yunus.

Apalagi, ungkap Yunus, Lukas Enembe menderita sakit yang mengetahui bukan hanya keluarga saja, bahkan pemerintah pusat dan Presiden sudah mengetahuinya.

“Beliau stroke ke empat. Bahkan, beliau pada periode kedua ini hampir fokus pada kesehatan, karena beliau sakit bukan sakit biasa saja, tapi sakit berat. Bayangkan, sejak PON itu beliau tidak bisa bersuara. Itu bisa muncul dilayar, itu hasil edit saja, beliau tidak bisa berbicara langsung dan kini sedang pemulihan,” jelasnya.

Wonda melanjutkan, jika masyarakat meminta agar KPK menghormati haknya Lukas Enembe sebagai warga negara, terutama hak mendapatkan kesehatannya.

“Kalau beliau kondisi sehat dan normal, saya pikir beliau akan proaktif. Namun, kondisi beliau benar-benar sakit. Apalagi, pemeriksaan itu bukan hanya 1 – 2 jam, bisa diatas 10 jam. Nah, itu beliau tidak bisa,” katanya.

Ditambahkan, jika Lukas Enembe sebagai warga negara tentu taat terhadap hukum, namun kondisi kesehatannya, sehingga membutuhkan jaminan.

“Kalau hari ini banyak media bilang beliau mangkir, takut dan lainnya, itu salah. Itu statemen yang menjadi provokasi yang membuat tidak bagus. Mari kita bersama ciptakan Papua yang aman dan nyaman,” imbuhnya.(END/BEL)

KLIK DISINI, IKUTI BERITA METROPAPUA DI GOOGLE NEWS
KONTEN DIBAWAH INI TANGGUNG JAWAB MITRA IKLAN
error: Content is protected !!