JAYAPURA | Kapolri dan Kapolda Papua didesak segera bertindak cepat melakukan investigasi kasus pelemparan bom molotov ke kantor Jubi guna mengungkap pelakunya.
“Tindakan (terror) seperti itu, tidak dibenarkan dan pelaku harus ditindak,”tegas Ketua Umum PWI Pusat, Hendy CH Bangun, di Jakarta, Rabu.

Menurut Hendry apabila ada hal yang tidak disetujui terkait pemberitaan dan karya jurnalistik, maka masyarakat maupun intitusi pemerintah dapat menempuh cara-cara yang sudah diatur dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999. Bukan sebaliknya melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum.
“Apabila ada hal yang tidak disetujui terkait pemberitaan dan karya jurnalistik, agar melakukan komplain sesuai UU Pers,”ujarnya.
Hendry menekankan teror adalah tindakan melawan hukum dan menghambat kebebasan pers. PWI Pusat mengecam tindakan teror terhadap Jubi yang selama ini dikenal membuat berita sesuai kode etik jurnalistik dan bermutu.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Advokasi, PWI Papua, Ridwan Madubun mengatakan teror bom molotov di Kantor Jubi merupakan bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap pers, yaitu menyerang secara brutal sebuah kantor pers dengan niat untuk teror, intimidasi, menghancurkan dan bahkan bisa saja mencederai pekerja pers yang berada disana.
“Kita, sekali lagi, dipertontonkan kejadian dan upaya yang merusak kebebasan pers di Papua,”tegas Madubun.
Ia mengatakan kejadian-kejadian seperti ini terus terulang, perlindungan hukum kepada media dan pekerja pers di Papua, patut kita pertanyakan. “Oleh karenanya, kami mohon dengan hormat, kiranya pihak kepolisian agar dapat menangani hingga tuntas, selidiki kasusnya, tangkap pelakunya dan dijerat sesuai hukum yang berlaku, sehingga ada efek jera yang bisa membantu meminimalisir terjadinya kembali peristiwa serupa,”katanya.
Madubun menambahkan sejauh ini media belum sepenuhnya merasakan perlindungan hukum, masih banyak kasus dan kejadian serupa yang tidak sampai tuntas, bahkan pelakunya tidak diketahui hingga saat ini.
“Pekerja pers di Papua benar-benar tidak merasakan kebebasan pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, ini sangat menyedihkan. Di negara yang demokrasi ini, seharusnya perlindungan hukum bagi media dan pekerja pers dapat diterapkan dengan baik, karena kebebasan pers adalah salah satu indikator baik tidaknya demokrasi bangsa ini. Dan tentu saja kejadian-kejadian seperti ini berpengaruh buruk terhadap Indeks Kebebasan Pers di Papua yang pada tahun 2022 hingga 2023 menurun,”pungkas Madubun.
Hal senada juga disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura, Lucky Ireeuw. Menurutnya, teror bom molotov di kantor Jubi merupakan ancaman terhadapa kebebasan pers di Bumi Cenderawasih.
AJI meminta kepolisian dapat segera mengusut dan mengungkap pelakunya. Lanjut Lucky, sebagai bentuk dukungan kepada Jubi dan pers di Papua maka AJI mengawal dan mengadvokasi langsung proses hukum agar kasus ini bisa diungkap secara terang benderang.
Dalam catatan AJI Jayapura kasus teror terhadap media Jubi sudah berulang yakni upaya pembakaran mobil dan rumah pimpinan Jubi Viktor Mambor. Kemudian aksi pelemparan bom molotov di kantor Jubi.
Koordinator IJTI wilayah Papua-Maluku, Chanry Suripatty menyatakan insiden ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan pers di Tanah Papua.
“Serangan terhadap media seperti Jubi tidak bisa dipandang remeh. Ini bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga serangan langsung terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Papua,” tegas Chanry dalam pernyataan resminya.
IJTI mendesak aparat kepolisian segera mengungkap pelaku dan motif di balik serangan teror ini. “Kami menuntut aparat bertindak cepat dan tegas. Pelaku harus segera ditangkap dan motifnya diungkap secara transparan ke publik,” desaknya.
Chanry mengimbau seluruh jurnalis di Papua untuk waspada terhadap ancaman serangan serupa. Aksi teror ini bisa jadi bagian dari upaya membungkam suara-suara kritis yang kerap disuarakan oleh media, khususnya di Papua.
Ketua Asosiasi Wartawan Papua (AWP), Elisa Sekenyap menyatakan bahwa teror bom tersebut merupakan ancaman terhadap kebebasan pers di tanah Papua.Teror dan intimidasi terhadap wartawan Papua di tanah Papua sering sekali terjadi.
Berdasarkan catatan AWP dalam 4 tahun terakhir, terjadi sebanyak 4 kali.
1.Pada 21 April 2021 malam, di mana terjadi pengrusakan mobil milik Pimpinan Umum Jubi, Victor Mambor yang diparkir di samping rumahnya di Kelurahan Angkasapura, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua.
2.Pada 7 Agustus 2021, terjadi pengerusakan kaca mobil dari Ketua AJI Kota Jayapura, Lucky Ireeuw di Dermaga Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua.
3.Pada 23 Januari 2023 dini hari, terjadi ledakan benda yang diduga bom molotov di jalan samping rumahnya Pimpinan Umum Jubi, Victor Mambor di Kelurahan Angkasapura, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua.
4.Pada 16 Oktober 2024 dini hari, terjadi pelemparan yang diduga bom molotov ke dalam kantor redaksi Jubi di Jl. SPG Waena, Kota Jayapura, Papua yang mengakibatkan dua mobil Toyota terbakar.
“Dalam 4 tahun terakhir ini, pelaku dari kasus-kasus ini tidak perna diungkap. Jadi AWP kembali mendesak kepada pihak kepolisian untuk mengungkapnya,” ucap Elisa.
Organisasi Pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Wartawan Papua (AWP) prihatin dan mendesak kepolisian segera mengungkap pelaku teror bom molotov di Kantor Redaksi Jujur Bicara (Jubi) yang berada di Jl. SPG Taruna Bakti Waena, Kota Jayapura, pada Rabu 16 Oktober 2024 dini hari.
Editor | PAPUA GROUP