JAKARTA | PAPUA TIMES- Pembuktian kasus korupsi harus benar-benar relevan dan acceptable. Misalnya kalau ada seseorang didakwa kasus gratifikasi maka dalam persidangan harus dibuktikan secara konseptual dengan bukti yang relevan.
Pernyataan itu disampaikan Saksi Ahli Hukum Keuangan Negara/Ahli Penghitungan Kerugian Keuangan Negara & Pemeriksa Investigasi, Dr. Hernold Ferry Makawimbang, M.Si, M.H., saat menjadi saksi ahli, dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjadikan Gubernur Papua non aktif, Bapak Lukas Enembe sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/08/2023).
“Dalam pembuktian kasus korupsi, bukti yang digelar di persidangan, haruslah bukti yang relevan. Secara konseptual, bukti yang relevan, misalnya kalau orang itu didakwakan, dia menerima, maka menerimanya dari siapa? Harus relevan dengan dakwaan, siapa yang memberikan? Bukti harus yang benar benar relevan dan acceptabel,” ujar Hernold dalam press releasenya, Rabu, 30 Agustus 2023.
Hernold menegaskan bahwa pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada suatu daerah, setelah memeriksa pengelolaan keuangan daerah itu, menjadi jaminan bahwa daerah itu bebas korupsi.
Pemberian opini WTP oleh BPK menjadi indikator pengelolaan keuangan yang baik. “WTP menjadi jaminan, bahwa daerah itu bebas korupsi,” kata Hernold menjawab pertanyaan hakim di muka persidangan.
Ditambahkannya, WTP itu jaminan pengelolaan keuangan secara standar bagi pemerintah pusat dan daerah. “Yang memperoleh WTP itu, diberikan karena pengelolaan keuangan yang baik,” ujar Hernold.
Opini BPK masuk dalam pertanggungjawaban gubernur. BPK memberikan opini secara profesional dan tidak bisa diintervensi. “Kalau ada daerah yang diberikan opini sembilan kali WTP itu didasari pemeriksaan yang profesional dan obyektif,” tukas Hernold.
BPK melakukan pemeriksaan dokumen, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Ditambahkannya, dalam menjalankan pekerjaannya, investigator BPK memeriksa dokumen termasuk dokumen proyek beranggaran besar dan dokumen yang berisiko tinggi.
“Dokumen yang rapi, itu risiko kecil sedangkan yang berantakan itu, berisiko tinggi,” tukas Hernold.
Seperti diketahui, Provinsi Papua mendapat opini WTP sembilan kali berturut turut sejak Bapak Lukas Enembe menjabat sebagai Gubernur Papua selama dua periode.
Sementara itu, saat penasihat hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona bertanya pada saksi, apakah dalam tindak pidana korupsi gratifikasi, bila investigator tidak menemukan bukti gratifikasi, apakah dapat dilanjutkan perkara tersebut, saksi ahli mengatakan, tidak.(RED/RL)