JAKARTA | Tim Penasihat Hukum & Advokasi Lukas Enembe (TPHALE) meneruskan surat yang ditulis 20 penghuni Rutan Merah Putih KPK, ke Majelis Hakim yang menyidangkan perkara dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe.
Ke-20 penghuni rutan tersebut merasa kehadiran Bapak Lukas Enembe, yang dalam keadaan sakit, menimbulkan ketidaknyamanan dan sangat mungkin menimbulkan bahaya terhadap kesehatan para tahanan Rutan.
Dalam surat yang ditandatangani John Irfan, tahanan Rutan dan 19 tahanan Rutan lainnya, menuliskan bahwa Lukas Enembe selama enam bulan di rutan, selalu kencing celana di tempat tidurnya maupun di kursi ruang bersama.
Kemudian meludah ke lantai ataupun di tempat tempat lain dimana dia berada. Parahnya tidak pernah membersihkan diri setelah buang air besar, dan tidur di atas kasur yang sudah berbau pesing, oleh karena kasur tersebut tidak diganti.
“Kami, Para Tahanan dengan kesibukan dan beban pikiran kami masing-masing, sudah tidak mungkin untuk menyelesaikan hal hal di atas,” tulis John.
Ditambahkannya, meski ada penjaga rutan, namun para penjaga tahanan tidak memiliki kompetensi dan tupoksi untuk melakukan perawatan dan perhatian khusus kepada Bapak Lukas yang kondisi kesehatannya memang semakin memburuk.
“Yang paling mungkin kami lakukan adalah berteriak ke penjaga ketika kondisi kesehatan Bapak Lukas menurun,” tulis John.
Diceritakan John, ketika datang delegasi Komnas HAM, sebelum mereka memasuki ruang tahanan, Para Tahanan rutan mendapati Bapak Lukas dalam keadaan bugil sesudah ngompol di lorong depan kamar isolasi.
“Demi menjaga penampilan bersih rutan, kami dengan tergesa gesa mengganti kasur dan sprei di kamar Bapak Lukas, serta memakaikan celananya, dan kemudian, kami agak menyesali perbuatan baik kami ini,” tulis John.
Ditambahkannya, kondisi Bapak Lukas menjadi concern dari para tahanan rutan karena ruang bersama yang dipakai bersama-sama menjadi tidak sehat, karena air ludah yang berceceran di lantai.
“Kursi yang diduduki Bapak Lukas, yang bekas kencing ataupun kotoran yang mungkin menempel di celana secara tidak sengaja, juga akan dipakai oleh tahanan yang lain. Pemandangan yang tidak bersih ini, mengganggu para tahanan lainnya, dan menimbulkan keenganan untuk menggunakan ruang bersama,” tulis John.
Terhadap kondisi ini, para tahanan rutan mengusulkan pada KPK agar mengizinkan mereka untuk dapat hidup sehat di Rutan Merah Putih.
“Yang secara fakta adalah sebuah ruang tertutup, yang mana penyakit menular akan sangat mudah menjangkiti setiap orang bila salah satu tahanan terkena penyakit menular tersebut. Apalagi Bapa Lukas menderita penyakit hepaitetis B. Ijinkan para penjaga yang bertugas di rutan, menjaga kami yang sehat, dan bukan menjaga tahanan yang sakit, karena mereka memang tidak punya kompetensi untuk itu. Dan tanpa bermaksud mencampuri proses hukum Bapak Lukas, ijinkan Bapak Lukas mendapat pengobatan dan perawatan di rumah sakit, yang lengkap dengan dokter, paramedis, peralatan dll,” tulis John.
Ditambahkannya, selama enam bulan di Rutan KPK, sesama tahanan telah menolong Bapak Lukas untuk mandi, membersihkan kamar mandi Lukas yang bau pesing, mengganti sprei, dan menyajikan makan Lukas sehari hari.
Surat yang ditulis John dan kawan kawan, tertanggal 27 Juli 2023, ditujukan ke Majelis Hakim Kasus Lukas, Dewas KPK, Pimpinan KPK, Pimpinan Komnas HAM, Kasatgas JPU Kasus Lukas, Kepala Rutan KPK.
Surat diberikan ke pengacara Lukas, Cyprus A Tatali di Rutan KPK pada Rabu 2 Agustus 2023. Tak lama setelah menerima surat, Cyprus A Tatali, OC Kaligis, Petrus Bala Pattyona, Antonius Eko Nugroho dan Sapar Sujud, kemudian meneruskan surat ke Majelis Hakim, KPK dan Komnas HAM.(END/BEL)