SORONG | Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin selaku Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau disebut juga Badan Pengarah Papua (BPP) dinilai melanggar perintah dan mencederai Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dengan merekrut warga non Papua menjadi Anggota BP3OKP.
Enam anggota BP3OKP yang direkrut antara lain Albert Yoku Aggota dari provinsi Papua; Irene Manibuy dari Papua Barat, Otto Ihalauw dari provinsi Papua Barat Daya, Yoseph Yanowo Yolmen dari Papua Selatan; Pietrus Waine dari Papua Tengah; Hantor Matuan dari Papua Pegunungan.
Untuk perwakilan dari Papua Barat atas nama Otto Ihalauw, yang bersangkutan bukan Orang Asli Papua (OAP). Ia juga pernah tersangkut masalah hukum.
Otto Ihalauw adalah mantan Bupati Sorong Selatan yang juga diketahui pernah berhadapan dengan kasus hukum dugaan tindak pidana korupsi jalan ruas jalan Boldon Sesor di Sorong Selatan sepanjang lima kilometer yang dibiayai menggunakan dana APBD Kabupaten Sorong Selatan tahun anggaran 2012 dan 2013 senilai Rp 4 miliar.
Pada tahun 2018, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Pengadaan Kapal Cargo Sorong Selatan Indah senilai Rp4,4 milliar. Kasusnya dialihkan ke Mabes Polri dan hingga kini belum jelas kelanjutannya.
BP3OKP atau Badan Pengarah Papua (BPP) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2oo1 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 121 tahun 2022 Tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua pasal 6 ayat 1 hingga 4 dengan jelas menyebutkan bahwa Anggota Badan Pengarah Papua berasal dari setiap provinsi di Provinsi Papua merupakan Orang Asli Papua (OAP).
Tokoh muda asal Papua Barat Daya, GM Muguri,S.IP dalam keterangannya, Minggu 14 Mei 2023 menegaskan bahwa suku-suku di Tanah Papua tidak ada marga Ihalauw. Marga tesebut berasal dari Maluku. Dengan demikiaan, Wapres telah salah menempatkan orang untuk mewakili masyarakat di Papua Barat Daya.
“Ini juga sekaligus menunjukan inkonsistensi wakil presiden dalam menjalankan amanat UU Otsus dan Perpres Nomor 121 tahun 2022. Masih banyak tokoh-tokoh terbaik asal Papua Barat yang bisa direkrut, kenapa harus warga non Papua? Ada apa ini?,”ujar Muguri tegas.
Ia mengingatkan Wapres K.H. Ma’ruf Amin agar konsisten menjalankan perintah undang-undang Otsus Papua serta menghargai affirmasi dan kearifan lokal yang berlaku di tanah Papua.
“Jangan menambah daftar panjang kesalahan dalam pelaksanaan UU Otsus di tanah Papua. Nanti OAP makin tidak percaya dengan pemerintah Jakarta. Kondisi kebatinan OAP yang selama ini merasa dibohongi Jakarta, jangan sampai menjadi luka yang semakin busuk,”tegasnya.
Intelektual muda asal Papua Barat itu dengan tegas menekankan bahwa perwakilan dari Papua Barat Daya harus benar-benar OAP dan bukan orang non Papua. “Kami di Papua saat ini tidak lagi percaya dengan orang-orang mengaku diri orang Papua atau diangkat menjadi OAP. Kami ini OAP yang garis keturunannya jelas berdasarkan garis Patrilineal,”jelas Muguri.
Ia menambahkan bahwa selama ini ada orang non Papua yang diangkat atau diterima dalam marga tertentu. Tetapi setelah mendapat marga dari suku maupun subsuku Papua, orang-orang tersebut menggunakannya hanya untuk kepentinganya bahkan marga yang diberikan kepada orang-orang tersebut tidak pernah dipakai.
“Sudah ada contohnya seperti yang terjadi di Serui Yapen, Papua. Ada orang-orang tertentu yang diterima dan diberikan marga. Tetapi setelah itu, orang-orang tersebut hanya menggunakannya untuk kepentingan politik dan ekonomi semata-mata,”tandasnya.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 121 tahun 2022 Tentang Badan pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua
BAB III Susunan Organisasi Bagian Kedua tentang Anggota Badan Pengarah Papua dari Perwakilan Setiap Provinsi di Provinsi Papua Pasal 6 menyebutkan
Ayat 1 Anggota Badan Pengarah Papua yang berasal dari perwakilan setiap provinsi di Provinsi Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 4 merupakan OAP dan bukan berasal dari pejabat pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Ralryat Kabupaten / Kota, dan anggota partai politik.
Ayat 2 Anggota Badan Pengarah Papua yang berasal dari perwakilan setiap provinsi di Provinsi Papua diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Ayat 3 Anggota Badan Pengarah Papua yang berasal dari perwakilan setiap provinsi di Provinsi Papua berkedudukan di masing-masing provinsi di Provinsi Papua.
Ayat 4 Anggota Badan Pengarah Papua yang merupakan OAP dan bukan berasal dari pejabat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri sipil yang diberhentikan sementara sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.(BEL/END)