JAKARTA | Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung-RI) didesak untuk memproses kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua, sebesar Rp87,5 miliar.
Desakan itu disampaikan Forum Mahasiswa Papua Anti Korupsi se-Jabodetabek. Mereka mendesak Kejagung menangkap dan menahan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, diantaranya mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika.
“Forum mahasiswa Papua anti korupsi se-Jabodetabek melakukan aksi di depan Kejaksaan Agung RI, tujuan kami untuk segera menetapkan tersangka kasus pengadaan pesawat dan helikopter di Kabupaten Mimika pada tahun 2015,ā€¯ungkap Nailo Jangkup, perwakilan pengunjung rasa dalam keterangan tertulis Minggu (16/10/2022) di Jakarta.
Forum tersebut menyebutkan pengadaan pesawat dan helikopter ini melibatkan mantan kepala dinas perhubungan kabupaten Mimika tahun 2015, JR yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Kabupateb Mimika.
Mereka mendesak Kejagung untuk mendorong penanganan dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika yang kini ditangani Kejaksaan Tinggi Papua.
“Kasus ini sudah lama proses di Kejaksaan di Mimika kemudian naik di Kejati Papua tetapi tidak ada progress. Maka itu kami dari mahasiswa se-Jabodetabek datang ke Kejagung untuk meminta segera menindaklanjuti kasus yang sedang ditangani kejati Papua. Untuk itu kami datang menuntut untuk segera diproses.” sambungnya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua,Nikolaus Kondomo mengatakan Kejati Papua bersama Kejari Mimika sedanga menyelidiki dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter di Dishub Mimika dengan nilai mencapai Rp85,7 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Mimika tahun anggaran 2015-2022.
Pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan dianggarkan Rp34 miliar dan helikopter Airbus H-125 senilai Rp43,8 miliar Kejati Papua menduga pengadaan helikopter jenis Airbus H125 sebesar Rp43,8 miliar menggunakan izin impor sementara yang membuat status helikopter tersebut masih belum jelas karena membutuhkan re-ekspor setiap 3 tahun sekali.(END/HAS)