JAYAPURA | Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menyebutkan dana Otonomi Khusus yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke Papua mencapai 1000,7 trilliun sejak tahun 2002-2022.
Juru Bicara Gubernur Papua, M Rifai Darus mengatakan dana Otsus sebesar Rp1000 triliun tersebut berpotensi mis informasi. “Beberapa waktu lalu, Menkopolhukam yang dikutip berbagai media menyebutkan ada Rp 1.000 triliun “dana otsus” sejak 2001 yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan tidak terserap rakyat Papua. Ini keliru. Benar-benar keliru,”ujarnya.
Menurut Rifai, pihaknya membaca kembali pernyataan Menkopolhukam. Selain banyak media yang latah memberitakan informasi tersebut, perlu dilurukan secara spesifik oleh mengkopolhukam soal rincian dana apa saja yang dimaksud.
“Apabila perhitungan yang dilakukan hanya pada anggaran kepada Pemprov Papua, maka angka yang disebut oleh Bapak Mahfud jelas keliru dan tidak benar. Terkait kalimat Pak Mahfud yang sebut “tapi rakyatnya disana tidak dapat apa-apa, tetap miskin, pantas kalau rakyat Papua itu marah”. Untuk kutipan itu, mungkin tidak cukup waktu menjelaskan satu demi satu capaian kemajuan yang dihasilkan Lukas Enembe dan beberapa gubernur sebelumnya,”bilangnya,
Kata Rifai, pernyataan Menkopolhukam “RAKYAT TIDAK DAPAT APA-APA” adalah kalimat yang sungguh menyakitkan masyarakat Papua. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar publik dapat periksa angka pertumbuhan ekonomi Papua dari tahun ke tahun. Periksa juga indeks pembangunan manusia dari tahun ke tahun, periksa persentase jumlah penduduk miskin, semuanya memiliki progress yang signifikan.
“Persentase penduduk miskin papua pada 2001 itu mencapai 41,8%, dan tahun ini berada di angka 26%. Angka itu masih tinggi apabila dibandingkan daerah lain, tapi kami meminta agar perubahan ini dilihat sebagai upaya semua pemimpin Papua selama ini dalam membangun daerah Papua,”jelas mantan Ketua KNPI itu.
Ia juga mengungkapkan persoalan hukum yang dihadapi Gubernur Papua Lukas Enembe. Diakui bahwa kondisi yang terjadi hari ini cukup membuat Gubernur Lukas Enembe tersudutkan. Hingga saat ini, ada banyak hak-hak individu Gubernur Lukas Enembe yang menjadi berkurang atau bahkan hilang ketika ia telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Praktek yang terjadi hari ini memperlihatkan bahwa ini bukan lagi hanya sekadar sebagai upaya kriminalisasi, melainkan ini sudah mengarah pada carracter assassination yang dilakukan secara struktur, sistematis dan masif oleh kelompok pemilik kekuasaan terutama oleh pihak yang berseberangan secara politis dengan beliau,”ungkapnya.
“Kita harus ingat bahwa Pengadilan lah yang pada akhirnya menjadi penentu bagi siapapun kita untuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan. Seorang menjadi bersalah bukan karena sebuah konferensi pers, tapi pada faktanya, ini yang terjadi hari ini. Berbagai macam prasangka, asumsi, dan penafsiran sangat eksploitatif diberitakan oleh media, dan pada akhirnya Gubernur Lukas Enembe menjadi tersudutkan.”
“
Status Lukas Enembe saat ini adalah tersangka, mohon agar semua orang dapat memahami bahwa ada asas praduga tidak bersalah. Saya berharap agar semua pihak memainkan peran dengan kadar masing-masing, jangan sampai publik menjadi tercemarkan oleh suatu hal yang belum pasti kebenarannya. Jangan spekulatif dan provokatif. Kita hadapi satu per satu persoalan yang kini sedang berjalan prosesnya, yaitu kasus gratifikasi,”tandas Rifai.(END/BEL)